Jumat, 18 Januari 2013

SEMARANG, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono meminta perguruan tinggi di Tanah Air untuk meningkatkan kemampuan non-akademis para sarjana Indonesia. Kemampuan akademis dipadukan dengan kemampuan non-akademis, seperti kemampuan bekerja dalam tim dan memiliki etika kerja yang baik, dapat membuat lulusan perguruan tinggi Indonesia memperoleh pekerjaan yang baik.

Untuk mendukung pernyataannya, Wapres mengutip hasil survei konsultan internasional McKinsey tahun 2012 di 9 negara maju dan berkembang terkait pentingnya kemampuan non-akademis.

"Salah satu hasil survei itu menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di negara-negara tersebut, ketika ditanya mengenai keterampilan apa yang paling mereka hargai dari para karyawannya, memberikan jawaban bahwa peringkat yang paling tinggi mereka berikan pada work ethic, kemudian diikuti oleh kemampuan teamwork, kemudian diikuti oleh kemampuan oral communications. Dari kacamata pemberi pekerjaan pun soft skills tampaknya mendapatkan nilai tinggi," kata Wapres di depan para rektor se-Indonesia saat membuka Konvensi Ke-9 dan Temu Tahunan Ke-15 Forum Rektor Indonesia di Semarang, Jumat (18/1/2013).

Terkait hal ini, Wapres meminta agar sistem pendidikan di Indonesia harus memberi tempat dan porsi yang cukup bagi pengajaran dan kegiatan-kegiatan praktik pengembangan kemampuan non-akademis para peserta didik.

"Saya mengerti bahwa masalah pengajaran soft skills ini sedang digodok sebagai bagian dari kurikulum baru SD sampai SMA. Saya harap hal serupa juga dilakukan bagi pendidikan tinggi dan, menurut saya, para rektor adalah mitra terbaik untuk membahas masalah itu," kata Wapres.
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/18/15010469/Wapres.Tingkatkan.Soft.Skill.Sarjana.Indonesia

Jumat, 04 Januari 2013


JAKARTA, KOMPAS.com — Ujian Nasional (UN) 2013 mendatang akan menggunakan 20 variasi soal yang berbeda untuk masing-masing kelas. Namun, cara seperti ini tampaknya tetap mampu diakali oleh pihak-pihak yang ingin berbuat curang demi memperoleh kelulusan penuh di sekolah tersebut.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan bahwa UN tersebut sudah mendesain anak untuk memiliki karakter manipulatif. Hal itu juga terjadi pada sekolah-sekolah yang takut siswanya tidak lulus sehingga cara apa pun akan digunakan, termasuk cara curang.

"Ada sekolah yang menjalankan UN dengan jujur, tetapi ada juga yang tidak karena ketakutan kalau anak-anak ini tidak lulus akan berpengaruh pada kualitas sekolah juga," kata Retno, kepadaKompas.com, Senin (31/12/2012).

"Jadi, mau dibuat soal hingga berapa jenis saja, kalau memang sudah niatnya curang, tidak akan ada pengaruhnya," imbuh Retno.

Ia juga mengungkapkan bahwa langkah pemerintah untuk memperbanyak variasi soal dalam satu kelas ini merupakan bentuk pencegahan agar praktik kecurangan UN tersebut tidak meluas. Padahal, sebelumnya pihak kementerian selalu membantah adanya kecurangan dalam pelaksanaan UN.

"Ini kan lucu ya. Mereka membantah tidak ada kecurangan, tetapi soalnya dibuat 20 variasi agar siswa konsentrasi dan tidak tengak-tengok. Ini kan berarti mereka mengakui ada tindak kecurangan," ujar Retno.

"Mau bagaimanapun caranya, UN ini sudah tidak sesuai, apalagi dijadikan alat penentu kelulusan," tandasnya.

Kamis, 03 Januari 2013

JAKARTA, KOMPAS.com Perubahan status perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) di daerah tertentu menimbulkan semacam kekhawatiran bagi PTS lain yang ada di daerah tersebut. Salah satu tujuan dari langkah ini dinilai dapat membantu memeratakan pendidikan di Indonesia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa keberadaan PTN di daerah tertentu ini memiliki misi tertentu untuk melayani jumlah mahasiswa yang cukup banyak. Selain itu, langkah ini juga dapat meningkatkan angka partisipasi kasar (APK).

"PTN bisa jadi partner untuk meningkatkan kualitas. Orientasi dari ini bagaimana anak-anak mendapat pendidikan yang terbaik. Jadi bukan ancaman," kata Nuh saat dijumpai di Gedung D Dikti, Jakarta, Kamis (3/1/2013).

Sasaran dari perubahan PTS ke PTN ini banyak mengarah pada daerah perbatasan dan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Menurut dia, pengelolaan pendidikan tinggi di daerah perbatasan dan 3T ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat begitu saja.

"Jadi, seperti Merauke kita negerikan. Sangihe juga dinegerikan. NTT akan kita negerikan," ujar Nuh.

Kendati demikian, banyak juga PTS yang berada di kota yang menginginkan perubahan status ini. Salah satunya adalah Universitas Pancasila (UP). Kampus yang berada di kawasan Lenteng Agung ini memiliki banyak mahasiswa, aset besar, dan tidak dalam keadaan rugi.

"Untuk UP ini petingginya juga sudah meminta permohonan untuk dinegerikan. Kalau Trisakti bukan diserahkan lha wong punya pemerintah," tuturnya.

"Yang pasti dinilai dulu, apakah harus punya perguruan tinggi negeri daerah itu? Kemudian dilihat sisi geografis, sisi politik, peta potensi dan rencana pengembangannya," katanya.

Berikut beberapa perguruan tinggi yang telah serah terima aset dan sedang dalam proses pengubahan status pada tahun ini: Universitas Andi Jema Maluku, Universitas Teuku Umar Aceh, Universitas Tidar Magelang, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, dan Politeknik Banyuwangi.

 Diambil dari link berikut