Kamis, 21 Februari 2013

KOMPAS.COM - Benarkah hanya orang pintar yang mudah mempelajari suatu bahasa? Jangan percaya. Apalagi saat ini, dunia akademis menawarkan segudang strategi pembelajaran.

Kemampuan belajar bahasa yang paling dasar adalah soal kebiasaan yang dibentuk oleh sedikit disiplin dan kesadaran diri. Namun sayangnya, menurut Anne Merritt, pengajar EFL di Korea Selatan seperti dilansir Telegraph, banyak orang mengulang lima kebiasaan yang justru membuat belajar bahasa asing makin sulit. Apa saja?

1. Tidak banyak mendengar

Banyak ahli yang belajar tata bahasa percaya bahwa belajar bahasa justru dimulai dengan "silent period" atau dia. Sama seperti bayi yang belajar mengucapkan sesuatu dengan mendengar dan menirukan bunyi, orang-orang yang belajar bahasa juga perlu mendengar untuk belajar. Ini dapat membuat belajar perbendaharaan kata dan struktur berjalan lancar serta membantu untuk memperhatikan pola pembentukan bahasa.

Mendengar adalah kemampuan berkomunikasi yang kita gunakan hampir di seluruh kehidupan kita. Namun, ini sulit dilakukan kecuali Anda tinggal di negara lain atau berada di kelas intensif bahasa asing selain bahasa ibu Anda. Solusinya, pakailah musik, non-streaming webcast, acara televisi dan film. Dengar, dengar dan dengarkanlah sesering mungkin.

2. Kurang rasa ingin tahu
Dalam belajar bahasa, sikap bisa menjadi faktor penentu kemajuan kemampuan seseorang. Para ahli bahasa mempelajari sikap dalam pembelajaran bahasa pada tahun 1970-an di Quebec, Kanada, ketika tensi tinggi terjadi antara kaum Anglophones dan Francophones. Riset menunjukkan bahwa kaum Anglophones memiliki stereotip bahwa kaum Perancis di Kanada tidak juga menguasai bahasa Perancis dengan baik meski sudah bertahun-tahun belajar di sekolah yang mewajibkan mata pelajaran Bahasa Perancis.

Di sisi lain, seseorang yang sedang belajar bahasa akan lebih berhasil ketika juga tertarik dengan budaya negara asal bahasa tersebut. Ketertarikan mereka yang belajar bahasa terhadap budaya membuat mereka lebih mudah memahami bahasa yang dipelajari dan lebih terbuka dalam membangun relasi dengan native speakers.

3. Berpikir terlalu kaku

Para ahli bahasa menemukan bahwa mereka yang belajar dengan toleransi yang rendah terhadap ambiguitas atau kerancuan akan lebih merasa sulit dalam belajar bahasa. Belajar bahasa mencakup banyak ketidakpastian. Mereka yang belajar akan menghadapi kosakata baru setiap hari dan untuk setiap aturan tata bahasa ada pengecualian dialek atau kata kerja tidak beraturan. Sampai kefasihan ercapai, akan selalu ada sejumlah kerancuan.

Para pembelajar yang langsung melihat kamus begitu menemukan kata baru akan merasa lebih stres dan bingung daripada mereka yang justru berpijir keras untuk menebak makna suatu kata baru yang ditemuinya. Oleh karena itu, tipe pembelajar "buru-buru lihat kamus" mudah merasa frustasi dan berhenti belajar.

Cara belajar seperti ini sangat sulit untuk diubah, namun latihan kecil bisa membantu. Temuan lirik lagu atau teks dan berlatihlah untuk menemukan makna inti darinya meski ada beberapa kata yang Anda tidak ketahui.

4. Cuma pakai satu metode

Beberapa orang yang belajar bahasa merasa nyaman dengan peralatan untuk mengulang-ulang mendengarkan kaset pembelajaran di laboratorium  bahasa. Beberapa membutuhkan buku teks tata bahasa untuk memahami pelafalannya. Masing-masing pendekatan ini baik, namun salah jika hanya bersandar pada satu metode saja.

Orang-orang yang belajar bahasa menggunakan banyak cara untuk mempraktekkan keahlian bahasa dan mencoba menjelaskan konsep. Menemukan lebih banyak cara juga menolong mereka saat menemukan kebosanan dalam satu metode.

Ketika memilih kelas belajar bahasa, Anda harus mencari kursus yang mempraktekkan empat kemampuan bahasa, yaitu membaca, menulis, mendengar dan berbicara. Jika belajar secara otodidak, cobalah belajar dengan mengombinasikan buku teks, audio dan aplikasi pembelajaran bahasa.

5. Takut
Tak peduli sebaik apa seseorang itu dapat menulis tulisan dalam bahasa asing, menggabungkan kata kerja atau menyelesaikan ujian kosakata, untuk belajar, berimprovisasi dan mengetes kemampuan, Anda perlu berbicara.

Ini adalah tahap dimana bungkam, rasa malu dan rasa tidak nyaman akan menghancurkan kerja keras mereka dalam belajar bahasa. Dalam budaya timur dimana harga diri adalah nilai sosial yang tinggi, mudah untuk tidak mau mencoba bicara dalam bahasa asing yang sedang dipelajari. Mereka terlalu takut untuk salah dalam tata bahasa atau salah mengucapkan kata-kata karena merasa itu akan membuat sangat malu.

Jadi, kuncinya adalah bahwa berbuat kesalahan justru membantu orang yang sedang belajar bahasa untuk menunjukkan keterbatasan kemampuan mereka dan belajar untuk dikoreksi sehingga akan lebih paham setelahnya. Semakin sering belajar melalui bicara, semakin cepat mereka bisa meningkatkan kemampuan bahasa asing mereka.
  http://edukasi.kompas.com/read/2013/02/15/15074334/Sulit.Belajar.Bahasa.Asing.Perbaiki.5.Kesalahan.Ini

Jumat, 18 Januari 2013

SEMARANG, KOMPAS.com — Wakil Presiden Boediono meminta perguruan tinggi di Tanah Air untuk meningkatkan kemampuan non-akademis para sarjana Indonesia. Kemampuan akademis dipadukan dengan kemampuan non-akademis, seperti kemampuan bekerja dalam tim dan memiliki etika kerja yang baik, dapat membuat lulusan perguruan tinggi Indonesia memperoleh pekerjaan yang baik.

Untuk mendukung pernyataannya, Wapres mengutip hasil survei konsultan internasional McKinsey tahun 2012 di 9 negara maju dan berkembang terkait pentingnya kemampuan non-akademis.

"Salah satu hasil survei itu menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di negara-negara tersebut, ketika ditanya mengenai keterampilan apa yang paling mereka hargai dari para karyawannya, memberikan jawaban bahwa peringkat yang paling tinggi mereka berikan pada work ethic, kemudian diikuti oleh kemampuan teamwork, kemudian diikuti oleh kemampuan oral communications. Dari kacamata pemberi pekerjaan pun soft skills tampaknya mendapatkan nilai tinggi," kata Wapres di depan para rektor se-Indonesia saat membuka Konvensi Ke-9 dan Temu Tahunan Ke-15 Forum Rektor Indonesia di Semarang, Jumat (18/1/2013).

Terkait hal ini, Wapres meminta agar sistem pendidikan di Indonesia harus memberi tempat dan porsi yang cukup bagi pengajaran dan kegiatan-kegiatan praktik pengembangan kemampuan non-akademis para peserta didik.

"Saya mengerti bahwa masalah pengajaran soft skills ini sedang digodok sebagai bagian dari kurikulum baru SD sampai SMA. Saya harap hal serupa juga dilakukan bagi pendidikan tinggi dan, menurut saya, para rektor adalah mitra terbaik untuk membahas masalah itu," kata Wapres.
http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/18/15010469/Wapres.Tingkatkan.Soft.Skill.Sarjana.Indonesia

Jumat, 04 Januari 2013


JAKARTA, KOMPAS.com — Ujian Nasional (UN) 2013 mendatang akan menggunakan 20 variasi soal yang berbeda untuk masing-masing kelas. Namun, cara seperti ini tampaknya tetap mampu diakali oleh pihak-pihak yang ingin berbuat curang demi memperoleh kelulusan penuh di sekolah tersebut.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan bahwa UN tersebut sudah mendesain anak untuk memiliki karakter manipulatif. Hal itu juga terjadi pada sekolah-sekolah yang takut siswanya tidak lulus sehingga cara apa pun akan digunakan, termasuk cara curang.

"Ada sekolah yang menjalankan UN dengan jujur, tetapi ada juga yang tidak karena ketakutan kalau anak-anak ini tidak lulus akan berpengaruh pada kualitas sekolah juga," kata Retno, kepadaKompas.com, Senin (31/12/2012).

"Jadi, mau dibuat soal hingga berapa jenis saja, kalau memang sudah niatnya curang, tidak akan ada pengaruhnya," imbuh Retno.

Ia juga mengungkapkan bahwa langkah pemerintah untuk memperbanyak variasi soal dalam satu kelas ini merupakan bentuk pencegahan agar praktik kecurangan UN tersebut tidak meluas. Padahal, sebelumnya pihak kementerian selalu membantah adanya kecurangan dalam pelaksanaan UN.

"Ini kan lucu ya. Mereka membantah tidak ada kecurangan, tetapi soalnya dibuat 20 variasi agar siswa konsentrasi dan tidak tengak-tengok. Ini kan berarti mereka mengakui ada tindak kecurangan," ujar Retno.

"Mau bagaimanapun caranya, UN ini sudah tidak sesuai, apalagi dijadikan alat penentu kelulusan," tandasnya.

Kamis, 03 Januari 2013

JAKARTA, KOMPAS.com Perubahan status perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri (PTN) di daerah tertentu menimbulkan semacam kekhawatiran bagi PTS lain yang ada di daerah tersebut. Salah satu tujuan dari langkah ini dinilai dapat membantu memeratakan pendidikan di Indonesia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan bahwa keberadaan PTN di daerah tertentu ini memiliki misi tertentu untuk melayani jumlah mahasiswa yang cukup banyak. Selain itu, langkah ini juga dapat meningkatkan angka partisipasi kasar (APK).

"PTN bisa jadi partner untuk meningkatkan kualitas. Orientasi dari ini bagaimana anak-anak mendapat pendidikan yang terbaik. Jadi bukan ancaman," kata Nuh saat dijumpai di Gedung D Dikti, Jakarta, Kamis (3/1/2013).

Sasaran dari perubahan PTS ke PTN ini banyak mengarah pada daerah perbatasan dan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Menurut dia, pengelolaan pendidikan tinggi di daerah perbatasan dan 3T ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat begitu saja.

"Jadi, seperti Merauke kita negerikan. Sangihe juga dinegerikan. NTT akan kita negerikan," ujar Nuh.

Kendati demikian, banyak juga PTS yang berada di kota yang menginginkan perubahan status ini. Salah satunya adalah Universitas Pancasila (UP). Kampus yang berada di kawasan Lenteng Agung ini memiliki banyak mahasiswa, aset besar, dan tidak dalam keadaan rugi.

"Untuk UP ini petingginya juga sudah meminta permohonan untuk dinegerikan. Kalau Trisakti bukan diserahkan lha wong punya pemerintah," tuturnya.

"Yang pasti dinilai dulu, apakah harus punya perguruan tinggi negeri daerah itu? Kemudian dilihat sisi geografis, sisi politik, peta potensi dan rencana pengembangannya," katanya.

Berikut beberapa perguruan tinggi yang telah serah terima aset dan sedang dalam proses pengubahan status pada tahun ini: Universitas Andi Jema Maluku, Universitas Teuku Umar Aceh, Universitas Tidar Magelang, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, dan Politeknik Banyuwangi.

 Diambil dari link berikut

Selasa, 18 Desember 2012

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu kiamat yang bermula dari pemahaman akan penanggalan suku Maya merebak dalam beberapa tahun terakhir. Jumat (21/12/2012) dikatakan sebagai hari akhir dimana Bumi akan mengalami kehancuran dan makhluk hidup di dalamnya akan musnah. 

Beberapa kalangan yang percaya akan ramalan tersebut menyusun berbagai persiapan. Ada yang membuat bahtera Nuh di China hingga menyiapkan ritual khusus. Sementara, kalangan ilmuwan, membantah bahwa kiamat akan terjadi Jumat nanti. Kiamat 2012 adalah kesalahan interpretasi.

Satu hal yang masih akan tetap mengusik walaupun kiamat 2012 tak terjadi adalah, apakah memang akan ada hari kiamat. Bagaimana ilmu pengetahuan, khususnya kosmologi, menerangkan satu peristiwa yang paling membuat umat manusia penasaran ini?

Premana W Premadi, peneliti bidang kosmologi dari Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, kiamat bisa diterangkan tergantung pada pemahaman manusia akan peristiwa kiamat itu sendiri.

"Jika kiamat dimaknai secara naif sebagai kepunahan makhluk hidup di Bumi, itu bisa terjadi akibat banyak sebab. Misalnya ada asteroid yang memnumbuk Bumi seperti yang terjadi 100 juta tahun lalu," kata Nana.

Namun, Nana mengungkapkan bahwa kiamat bisa dimaknai lebih luas, terkait dinamika Matahari, dinamika galaksi maupun semesta dalam skala lebih luas, apakah memang ada proses yang merupakan kebalikan dari Big Bang.

Menurut Nana, kehancuran di Bumi telah diperkirakan secara saintifik oleh para astronom, terkait dengan dinamika dan terus menuanya Matahari. Nantinya, Matahari akan menjelma menjadi bintang raksasa merah.

"Secara saintifik, kiamat bisa terjadi saat Matahari nanti berubah menjadi bintang raksasa merah. Matahari akan memuai sehingga radiusnya bisa mencapai Bumi. Saat itu, makhluk hidup di Bumi akan musnah," terangnya.

Peristiwa itu diperkirakan terjadi 5 miliar tahun lagi. Meski demikian, "ribut-ribut" itu hanya akan terjadi di Bumi dan Tata Surya. Bagian lain dari galaksi Bimasakti akan tenang-tenang saja dan melanjutkan kehidupannya.

Dalam skala lebih luas, kehancuran mungkin bisa terjadi sekitar 7 miliar tahun lagi. "Saat itu, galaksi Andromeda akan bertabrakan dengan Bimasakti. Tapi ini juga hanya di Bimasakti. Semesta memiliki ribuan galaksi," ungkap Nana.

Triliunan tahun kemudian, astronom telah memprediksikan bahwa semesta akan sangat tua. "Triliunan tahun kemudian, bintang terakhir akan berhenti bersinar karena kehabisan bahan bakarnya," tutur Nana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/12/2012).

Nana mengungkapkan, semesta akan terus mengembang. Saat itu, laju pertumbuhan bintang hampir mendekati nol, tak ada intang baru yang lahir. Ketika bintang terahir mati, Nana mengatakan, "Saat itu mungkin juga bisa dikatakan kiamat, meskipun tidak yang meledak-ledak."

Apa yang akan terjadi setelah bintang terakhir "padam" nanti? Hingga saat ini, masih sulit untuk memperkirakannya, apakah akan ada proses dimana semesta baru tercipta atau akan terjadi semacam "daur ulang" dari semesta saat ini. 

"Ada teori yang mengungkapkan bahwa semesta dapat berkembang dan pada suatu titik kolaps lagi," kata Nana. Jika hal ini terjadi, maka maka semesta yang akan dapat mampat lagi dan bintang-bintang baru dapat tercipta. Semesta yang semula mengalami "kiamat" bisa hidup lagi.

Namun, Nana mengungkapkan bahwa teori tersebut kurang didukung. Sejauh ini, dipercaya bahwa semesta akan terus menerus mengembang tanpa batas. Pada saatnya nanti, semesta akan menjadi sangat dingin dan gelap.

KOMPAS.com - Kulit durian dan kulit pisang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. Kandungan natrium, kalium, dan magnesium kulit buah bisa digunakan sebagai sumber energi pada baterai bekas yang sudah dibuang isinya. 

Memanfaatkan kulit pisang dan kulit durian sebagai sumber energi listrik sangat mudah. Alat yang perlu disiapkan hanya tang, obeng, pisau, multimeter atau AVO (ampere, volt, ohm) meter, lampu LED, kabel, dan blender. Media yang disiapkan adalah kulit bagian dalam durian atau kulit pisang.


Susunan Pengurus FORMASI JATIM Periode 2012/2013

Sekretaris Jenderal   : Maman Fathor Rahman Emha (UM)
Staff Administrasi I   : Dessy Fudiana (UNEJ)
Staff Administrasi II  : Muslihatul Jannah (UIM Pamekasan)
Staff Keuangan I      : Puput Anggraini(IKIP PGRI Madiun)
Staff Keuangan II     : Intan Gita Shabrina (UNESA)

Co. Div Keilmuan : ITS Surabaya (rahmi intan)
Anggota                :
- UNEJ (FMIPA) Jember  (M. Haritsah)
- UB Malang (Pramadana Pahlevi)
- UNAIR Surabaya ()

Co. Div. Pendidikan : IKIP Madiun (Trifonia Avila)
Anggota                   :
- UIM Pamekasan (Ramsy)
- UNEJ (FKIP) Jember  (Anis Zulfa)
- UNIKAN Malang ()

Co.Div. Sosmas : UKWM Surabaya (Evan)
Anggota             :
- UIN Malang (Munir)
- UNESA Surabaya (Salisa)
- UM Malang (Lucky W.)